Touchdown Thailand

Katanya orang Indonesia pertama kali ke luar negeri pasti ke Singapura, tapi aku adalah salah satu dari sedikit orang Indonesia yang pergi ke luar negeri pertama kalinya bukan ke Negeri Singa tapi ke Negeri Gajah Putih. Berbulan-bulan sudah memulai persiapan dengan matang, mulai dari mengurus passport sampai menabung untuk jajan, tiap hari pun rajin mengendus tiket murah di berbagai situs maskapai penerbangan. Akhirnya bulan kami mendapatkan tiket pada bulan Januari 2018, mulailah kita hidup hemat demi mencapai Bangkok.

Bangkok pada malam hari dari jendela pesawat
Seperti biasanya, karena rumahku berada di ujung Kalimantan Selatan maka aku harus bersedia pergi tengah malam demi mengejar pesawat ke Ibu Kota, Banjarmasin. Setelah perjalanan panjang dari Tanjung menuju Jakarta dan terbang ke Bangkok selama 3 jam maka tibalah kami di Bandara Don Mueang, Bangkok. Aku yang baru pertama kali menggunakan paspor merasa gugup saat di imigrasi Bangkok, “Duh kalau ditanya-tanya aku mesti jawab apa” pikirku. Ternyata tidak “seseram” dalam bayanganku, kita tinggal antri di imigrasi kemudian setelah dapat giliranku, petugas imigrasi melempar senyumnya lalu menyapaku dengan bahasa asing, aku yakin itu bahasa Bahasa Thai. Lalu menujuk kamera yang mirip dengan mikropon di atas mejanya kemudian pasporku dicap lalu selesai. Wah, ternyata tidak semua petugas imigrasi itu judes. Beberapa buku yang kubaca petugas imigrasi itu sangat tidak ramah tapi pengalamanku ini membantahnya.

Toko kartu SIM Thailand sebelum pintu keluar Bandara Don Mueang, Bangkok

Setelah keluar dari imigrasi, kami langsung mencari kartu SIM Thailand agar mempermudah kami berkomunikasi dengan keluarga di Indonesia dan tentunya supaya bisa nanya google kalau lagi mentok. Keluar dari bandara kita buru-buru order uber, awalnya sih mau naik bus tapi berhubung capek jadi kita putuskan naik yang cepet nyampe. Tapi ya, driver ubernya gak nyampe-nyampe terus kita juga bingung mau ngomong apa, sampe Aurel pake bahasa Thai hasil translate di google. Tapi gak ada respon, setelah si driver muter-muter gak jelas akhirnya kita dijemput juga dengan muka driver yang sepet, kami sih yakin kalau si driver sebenarnya mau marah tapi percuma juga karena kita gak akan ngerti dia ngomong apa. Haha. Setibanya di hostel ternyata resepsionisnya orang Malaysia. Agak lega sih, paling tidak bahasa mirip-mirip lah yaa. Eh ternyata gak juga, tetep aja kita masih roaming.

Akibat air mineralku diambil waktu masuk ruang tunggu jadilah sejak masuk ruang tunggu sampai tiba di hostel belum ada setetes air pun yang masuk ke kerongkongan, ya dehidrasi lah kita. Jadinya kami meminta petunjuk si bapak resepsionis menggunakan bahasa nyampur aduk antara Inggris-Melayu dan kadang Indonesia untuk mencari warung terdekat untuk mendapatkan air. Si bapak resepsionis pun sigap mengantarkan kami ke mini market terdekat yaitu 7-Eleven, dasarnya traveler pengiritan, bukannya langsung mengambil air tapi kami malah sibuk membandingkan harga air mineral botol kecil sedang, botol besar dan galon kemudian tidak cukup sampai disitu, setelah dibandingkan dikonversi pula ke rupiah dulu baru akhirnya sepakat membeli botol besar, haha kocak pas haus masih sempat-sempatnya mikir irit.
Bagian luar Bandara Don Mueang, Bangkok

Mau traveling ke Thailand, intip aja budget dan tipsnya DISINI

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Serunya masuk dalam novel Laskar Pelangi di Belitung Timur

Budget Liburan ke Bangkok, Thailand

Parasit pada Ikan yang Mirip tapi Tidak Kembar (Zoothamnium, Epistylis dan Vorticella)