Thailand: Drama hostel shukumvit
Malam udah larut, energi kami juga udah mulai redup jadi kami
memutuskan pulang saja, dan lagi-lagi kami menganut asas berhemat jadilah kami
memilih bus ekonomi dari China Town sampai stasiun BTS terdekat. Awalnya kami
naik di jalur yang salah, untung bapak supir bus menunjukan arah kalau kami
harus menunggu bus di balik pasar karena jalan disana satu arah. Kami lalu
membaca tulisan nomor bus dan tujuannya pada plang perhentian bus, tujuan kami
adalah statiun BTS terdekat dan bus yang berhenti dekat stasiun ada 2 bus jadi
bus mana yang lewat duluan maka kita naikin aja. Lalu dengan percaya diri kami
menaiki bus nomor 25, pas disamperin kondektur kami tanya apakah bus ini
membawa kami ke stasiun BTS? Dalam bahasa inggris tapi mbak kondekturnya gak
jawab Cuma angguk-angguk gak jelas, beruntung ada seorang ibu yang menjawab “No BTS, No BTS”, deg sepertinya bus ini
tidak berhenti di jalur BTS lalu kami bertanya dalam bahasa inggris “Apakah kami perlu bayar?” si ibu
menjawab lagi “No pay”, lalu kami
turun di perhentian bus selanjutnya. Saat itu benar-benar sepi, kami sudah
mulai putus asa mau order uber aja karena tidak ada seorang pun yang bisa
ditanyai, benar-benar sunyi senyap. Beruntung ada seorang ibu yang turun dari
bus, lalulah Retha berinisiatif bertanya kepada ibu tersebut (karena dia paling
ngebet mau pulang soalnya, ah gak perlu lah ya dikasih tau alasannya, haha),
kata si ibu kami harus naik bus nomor 75 tapi kami tunggu-tunggu tidak satu pun
bus nomor 75 lewat, malah banyak nomor 2, 4 dan 1. Bermodal nekat kami naik
saja bus nomor 4, saat bertanya ke kondektur malah roaming jadi kami pasrah mau
dibawa kemana juga ya udah lah, kan kalau ilang bareng-bareng juga. Setelah 5
menit bus berjalan, seorang bapak menghampiri si kondektur berbicara dengan
bahasa Thai sambil menunjuk tas bawaan Retha yang luar biasa besar (padahal
isinya cuma seumprit loh).
Bus reguler di tempat perhentian bus |
Suasana di dalam bus yang harus diakui cukup nyaman |
Beberapa lama, kami diajak si bapak tadi turun dan beliau memberikan
petunjuk kami berjalan ke stasiun BTS terdekat. Malam itu tas segede gaban yang
ditenteng Retha menjadi penyelamat. Belum usai cerita salah masuk kami,
berhubung kami naik BTS Silom Line maka kami harus ganti jalur BTS di Stasiun
Siam yaitu mengambil Shukumvit Line, saking semangatnya pas keluar dari BTS
langsung aja masuk ke BTS di seberang kami yang kebetulan baru datang. Sambil
mencari petunjuk kami celingak-celinguk di dalam BTS eh ternyata kami salah
naik, BTS ini menujut Mo Chit, malah menjauhi On Nut. Kami lalu bergegas keluar
sesaat BTS berhenti di stasiun selanjutnya, kami kemudian mengamati petunjuk
arah tujuan BTS, rupanya kami harus naik BTS di seberang sana, kami harus turun
dulu, setelah perjalanan panjang akhirnya kami tiba di stasiun BTS On Nut
dengan kelelahan. Uber menjadi pilihan kami agar tiba secepat-cepatnya di
hostel.
Setiba di hostel, cerita belum happy
ending. Belum melewati pintu, pemilik hostel marah sambil setengah
berteriak, kami semua terdiam, bingung sebenarnya ada apa. Kami perlu beberapa
menit untuk mengerti maksud kemarahan si ibu, rupanya kami dituduh menipu. Kami
membooking hanya untuk 1 orang tetapi menginap 4 orang dan si ibu meminta kami
harus bayar sesuai harga standar mereka untuk hari ini karena sesuai dengan
pembayaran kami, harusnya kami sudah check out tadi siang. Kami pun tidak
terima, ya tidak mungkin lah kami menipu seperti itu di negara orang pula. Kami
mencoba menjelaskan berkali-kali, bahkan Aurel mendadak berbahasa inggris
dengan fasih, aku sampai terpana. Haha
Walau sebanyak apapun kami menjelaskan si ibu yang judes tersebut
masih berbicara dengan emosi tapi bagaimana pun juga kami tetap bersikukuh kami
booking untuk 6 orang dalam satu kamar dan sudah lunas via Agoda. Salah satu
teman kami pun mencoba menghubungi Agoda via email dan meminta bantuan pacarnya
untuk menghubungi Agoda. Tidak lama kemudian, bapak yang pertama kali kami
temui datang dan menghampiri kami lalu meminta maaf atas kesalahpahaman yang
terjadi, si bapak berkata bahwa semuanya sudah selesai dan pihak Agoda telah
menghubungi hostel kemudian kami dipersilakan masuk ke kamar sambil menunggu
email konfirmasi dari Agoda. Kami pun menaiki tangga dengan dongkol menuju
kamar. Aku yang merasa luar biasa dongkolnya memberikan saran untuk pindah ke
hostel lain yang dekat dengan pusat kota agar biaya transportasi murah. Hostel
kami memang cukup jauh dan masih masuk ke dalam komplek sepi pula. Satu persatu
kami mencari hostel di daerah Khao San dan sekitar pusat kota tapi tidak
satupun harga yang pas di kantong. Suara ketukan pintu membuyarkan diskusi kami
saat itu, katanya pihak Agoda telah mengirimkan konfirmasi dan kami diminta
menginfokan ke ibu judes tadi, kami semua pun turun dengan wajah yang kurang
ramah. Kami menunjukan email dari pihak Agoda yang menyatakan akan bertanggung
jawab atas kejadian ini dan ibu tersebut pun dengan suara berat meminta maaf
atas keributan yang telah terjadi tadi. Aku dan Retha yang sudah terlanjur
kesal tidak menjawab apapun dan melengos pergi naik ke kamar, sedangkan dua
teman kami menjawab dengan ramah dan sopan.
Diskusi berlanjut, kami masih mempertimbangkan untuk
pindah hostel karena merasa harga diri diinjak sebab dituduh yang tidak benar.
Karena tidak yakin kasus ini selesai, seorang teman kami pun mengirimkan email
sekali lagi ke pihak Agoda dan bertanya kepada pacarnya, jawaban keduanya sama
yaitu pihak Agoda telah menyelesaikan masalah ini dan kami dapat tidur dengan
tenang di hostel tersebut sesuai dengan tanggal check out kami pada sistem
Agoda yaitu 24 Januari 2018. Setelah mendengar hal tersebut, kami pun
mengurungkan niat untuk berpindah dengan berbagai pertimbangan salah satunya
adalah isi dompet. Toh pihak Agoda telah bertanggung jawab kok dan kami tidak
perlu mengeluarkan biaya apapun sampai tanggal 24 Januari mendatang. Fuih, hari
pertama yang melelahkan dengan betis pegal-pegal serta drama salah paham.
Klik DISINI kisah seru kami lainnya :)
Klik DISINI kisah seru kami lainnya :)
Komentar