Kampung Pulau Derawan, Wisata Sejarah yang tidak kalah seru

Kecamatan Derawan, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur


Penduduk asli Pulau Derawan adalah dari Bajau (biasanya kebanyakan bilang Bajo), Suku Bajau masih berkerabat dengan manusia perahu dari Filipina dan bahasanya juga persis sama. Sekilas dialek dan logat orang Bajau mirip bahasa Sulawesi, jadi pertama kali menginjakan kaki disini, aku merasa sedang berada di pesisir Sulawesi. 

Gerbang Pulau Derawan

Cerita lucu di mulai pagi ini, hujan memaksa kami semua berdiam diri di kamar sambil memandang air hujan jatuh ke laut sambil sesekali mengedarkan mata ke bawah, biasanya ada penyu atau ikan cantik, waktu menundukkan kepada eh ada hewan laut berwarna hijau yang mirip pari, karena penasaran kami membuat sedikit kegaduhan, minta orang-orang datang dan melihat pari hijau tersebut. Jadilah ramai-ramai tamu di penginapan tersebut berkumpul di dekat kamar kami, ah dalam hati berbisik beruntungnya kami jauh-jauh mencari pari ternyata datang sendiri kesini. Kegaduhan kami mengundang seorang bapak warga setempat, dia pun ikut menunduk ke bawah mencari sumber kegaduhan. Lalu di bapak tertawa dan memecah rasa penasaran kami, “wah itu plastik aja, plastik itu. Pari warnanya tidak cerah begitu”. Jadilah semua bubar jalan sambil menertawakan diri sendiri, mengacuhkan pari hijau plastik yang jadi bahan kekonyolan pagi ini.


Seusai hujan reda, kami memilih bersantai menikmati pulau dengan bersepeda menjelajahi kampung, bolak-balik mengitari pulau tanpa peduli dengan sengat matahari di ubun-ubun, cuaca cepat sekali berubah pagi hujan eh siangnya sudah panas membakar aja. Sesekali kami singgah ke kios-kios cinderamata sambil ngobrol dengan warga, sedang asik melihat-lihat gelang lalu ibu yang kemarin bertemu kami mengajak makan siang di rumahnya. Yah, namanya rezeki ya ga boleh ditolak, kami pun makan siang dengan sajian ikan bakar segar dan sambal mangga plus es jeruk, waah nikmatnya saat air melewati kerongkongan setelah bermain panas-panasan. Selesai makan, ikan bakar tadi seolah menggantung di kelopak mata, menimbulkan efek mengantuk, memang benar kata orang kalau terlalu kenyang jadi bego, haha. Akhirnya kami pun kembali ke penginapan, melihat orang-orang pada tidur di teras rumah, kami lalu mencontoh. Benar saja, cuma beberapa menit saja dibelai angin sepoi-sepoi, kami semua tertidur.



Sore harinya kami diajak ke pulau gusung, ternyata pulau gusung itu adalah pulau dadakan dengan tumpukan pasir putih yang muncul saat air surut. Pernah dengar Pulau Ngurtavur di Maluku? Nah Pulau Gusung mirip dengan pulau tersebut. Menunggu matahari tenggelam di pulau sepertinya romantis juga, hehe. Malam hari tiba, kami berniat untuk melihat penyu naik ke pantai untuk bertelur namun kami urungkan setelah mendengar cerita dari warga bahwa ada yang sedang kesurupan di cafe dekat pantai, kebetulan saat itu juga memang malam jumat, hii sekejap jadi horror dan aku pun merinding disko akhirnya kami balik kanan. Lokasi penyu bertelur ada di pantai paling ujung sekitar komplek Derawan Dive Resort (BMI), dan karena bukan musim liburan jadi lampu pada jalan menuju pantai tersebut tidak dinyalakan.


Pulau Gusung, seakan punya pantai pribadi


Traveling di Pulau Derawan akan kurang lengkap kalau belum mengunjungi tempat bersejarah di pulau tersebut yaitu kuburan kuda dan sumur tua. Kebetulan kami bertemu bapak tua saat kami makan siang di warung, Bapak tua tersebut bersedia mengantarkan kami ke Kuburan Kuda, kuburan ini adalah kuburan yang dikeramatkan di Derawan, kalau mau berkunjung ke sana biasanya harus membawa parfum yang nantinya disemprotkan pada nisan kuburan kuda, disekitar kuburan banyak botol parfum bekas pengunjung dan sengaja dibiarkan saja. Beberapa tahun lalu, pernah terjadi kebakaran di sekitar kuburan, semua hangus dilalap si jago merah kecuali kuburan kuda, tidak sedikitpun tersentuh. Di sekitar kuburan kuda juga terdapat makam lain dengan nisan kayu, pemakaman ini merupakan makam keturanan dari sultan yang bernisan kuda dan pemakaman ini adalah pemakaman lama. Sepulang dari kuburan kuda, kami melewati sumur tua, konon banyak orang yang datang kesini membawa permintaan dan tercapai. Jika ada permintaan, tinggal melempar koin ke dalam sumur dan mandi dengan air sumur sambil mengucapkan dalam hati apa yang diminta, sumur tersebut tidak dalam sehingga koin-koin pengunjung sangat jelas terlihat. Cerita dari bapak tua yang menemani kami, sumur tersebut dihuni oleh buaya kuning dan jika buaya tersebut keluar dari sumur, masyarakat setempat akan terkena penyakit seperti campak. Salah satu keunikan pulau ini, walaupun dikelilingi air laut, air tawar melimpah disini salah satu buktinya adalah sumur tua tersebut. Mengunjungi kuburan kuda dan sumur tua sebaiknya ditemani oleh warga setempat, karena takutnya salah-salah nanti menyalahi adat dan terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Rupanya perempuan yang kesurupan tadi malam mengunjungi kuburan kuda pada siang harinya, saat itu sudah ditegur oleh bapak tua yang menemani kami agar mereka bersikap sopan saat disana namun teguran tersebut tidak diindahkan oleh mereka. Ya intinya, dimanapun berada hendaknya kita bisa menjaga sikap dan menghormati adat istiadat tempat yang dikunjungi.

Kuburan Kuda di Pulau Derawan
Sumur tua di Pulau Derawan

Traveling kali ini punya cerita sendiri bagi si tukang jalan ini, terima kasih banyak sama Mba-ku yang cantik, Dessy Susanti atas idenya mengajak kami ke Kepulauan Derawan, Mba-ku ini lah yang mempersiapkan dengan detil perjalanan kami. Pada kepo berapa budget yang kami habiskan selama jalan-jalan di Kepulauan Derawan tanpa travel agen? Simak pada tulisan setelah ini yak.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Serunya masuk dalam novel Laskar Pelangi di Belitung Timur

Budget Liburan ke Bangkok, Thailand

Parasit pada Ikan yang Mirip tapi Tidak Kembar (Zoothamnium, Epistylis dan Vorticella)