Orang yang ditabrak tidak bisa salah, yang lecet adalah korban
Sehari setelah ulang tahunku, 05
Januari 2015 adalah hari paling sibuk di awal tahun 2015, bagaimana tidak? Tanggal
itu terpilih menjadi tanggal dilaksanakannya acara Natal dan Tahun Baru KOMKA
Se-Paroki Ave Maria Tanjung. Pagi-pagi sudah sangat sibuk karena aku kebagian
tugas seksi konsumsi maka jelaslah sangat repot memikirkan perut tamu nanti. Setelah
bersibuk-sibuk ria dengan kerupuk dan snack, pukul 12.30 wita aku bersama 3
orang temanku meluncur ke rumah Tante Yanti (Pendamping KOMKA). Dan disinilah
awal mula kisahnya.
Di perjalanan menuju rumah Tante Yanti,
rupanya halangan menghadang, tepatnya di lampu merah Polres. Sekoyong-koyong,
seorang ibu mengambil jalanku, kemudian kuklakson berkali-kali lalu si ibu
memelankan laju motornya dan berhenti. Eh sudah mau dekat si ibu malah memacu
motornya lagi karena kalut kuambil resiko mengambil jalan sedikit ke kanan tapi
sialnya si ibu tetap tersenggol. Ya mau bagaimana lagi, kalau banting setir ke
kiri ditabrak mobil, tetap lurus nabrak si ibu, banting setir ke kanan nabrak
mobil berhenti di lampu merah sebelah kanan. Namun untungnya kecepatanku berada
di kisaran rata-rata jadi motor tetap bisa kukendalikan dan taraa aku tidak
terjatuh serta tidak terluka, penumpangku pun tidak mengalami cidera. Karena sudah
mengambil jalan ke kanan maka otomatis aku berhenti di Polres, sebab aku masih
punya prikemunusiaan maka turunlah aku dan menolong si ibu dengan anaknya yang
kira-kira berumur 6-7 tahun.
Kebiasaan orang Indonesia jika
ada lakalantas, mereka bergerombol seperti semut ketemu gula. Akhirnya karena
mengganggu lalu lintas kusuruh si ibu dan anaknya minggir dulu, kutanya apa
yang luka eh si ibu malah balik nanya “Siapa tadi yang nabrak? Mana orangnya?”
Kujawab saja dengan tegas “Saya
yang nabrak, ibu mengambil jalan saya, ibu tidak dengar saya klakson?”
Si ibu ngedumel “Kan sudah kasih
tanda, harusnya hati-hati”
Aku jadi dongkol, mau kujawab
tapi urung karena melihat darah di
kepala si ibu akhirnya kusuruh segera ke rumah sakit sedangkan orang lain hanya
bisa menonton. Dan syukurnya ada polisi di sekitar situ kemudian membawa si ibu
dan anaknya pergi ke rumah sakit, setelah masuk mobil eh si ibu malah keluar
lagi ternyata mencari helm dan jaketnya, aku pun mendadak bete.
Sepeninggal ibu itu, seorang ibu
lain mencolek aku dan berkata “Sana bilang sama Pak Polisi”
Kujawab “Iya nanti aku bilang,
tapi bukan saya yang salah bu, menurut aturan lalu lintas ibu itu yang salah”
“Tapi kamu mau bertanggung jawab kan?”
Mendengar pertanyaan ibu itu,
sontak aku jengkel karena seolah-olah disini aku tersangkanya. Maka dengan
ketus kujawab “Tentu saja bu, kalau saya tidak mau bertanggung jawab saya sudah
kabur daritadi” dan si ibu menjengkelkan itu terdiam. Maaf saja ya, walaupun
aku masih muda tapi aku anti lari dari masalah.
Berhubung disini aku merasa benar
maka dengan berani aku menelpon Papah, sebelumnya sudah kusurvey ke orang-orang
yang melihat kejadian “Siapa yang salah disini?”, dan benar saja mereka satu
suara “Ibu itu yang salah mengambil jalan orang” maka semakin pede aku menelpon
Papah. Walaupun ibu-ibu di sekitar TKP bungkam dan golpul, entah tidak melihat
atau tidak mengerti lalu lintas atau menganggap aku yang salah karena si ibu
terluka.
Pergilah aku ke seberang,
menghampiri motorku dan mengambil handphone
menelpon Papah dan untungnya Papah tidak panik. Motor pun aku pasrahkan diboyong polisi ke Polres dan aku mengekor dari belakang, 2 temanku kusuruh
duluan ke rumah Tante Yanti. Kujelaskan semuanya kepada Pak Polisi dan kukatakan
dengan tegas “Ini dari sudut pandangan saya, tidak tau kalau pengakuan si ibu”.
Kemudian Pak Polisi menjemput si ibu, muncullah si ibu spontan aku bertanya “Gak
apa-apa bu?” dijawabnya dengan jutek “Untung ai kada apa-apa” (Syukurlah gak
apa-apa). Aku pun dongkol dengan kejutekannya, mungkin dia merasa benar dan aku salah.
Setelah si ibu duduk, pak polisi
bertanya apakah mau jalan damai saja, si ibu menjawab iya mau berdamai saja
biar cepat selesai, kupikir sudah beres namun ketika pak polisi bertanya
bagaimana lalu si ibu bertanya "Bagaimana gimana ya? Kalau dari sini (Polres) tidak ada diberi santunan apa-apa ya?", karena Pak polisi bilang tidak ada eh si ibu malah minta ganti rugi seikhlasnya dari Papahku karena
katanya aku yang nabrak dan kepalanya berdarah, kepala bahaya daripada yang lain, hari ini gak apa-apa besok siapa tau baru berasa. Ini sama saja dengan bilang aku yang salah, aku
tidak terima dan aku menuntut keadilan. Syukurnya pak polisi netral,
dia tanya kronologisnya ternyata sama seperti yang kuceritakan. Rupanya si ibu
memang mau menyebrang ke sebelah kanan namun karena lampu merah dan jalur kanan
penuh oleh mobil maka si ibu mengambil jalur kiri dan mengambil jalan
pengendara yang mau lurus. Jelas sudah di sini bukan aku yang salah namun ibu
itu tetap ingin meminta ganti rugi, si ibu bicara panjang kali lebar namun
kupotong “Ibu, tadi ada dengar klakson saya?”
Si Ibu bilang “Kada tau pang lah,
kadada mendangar” (Gak tau ya, gak ada dengar)
Kemudian si ibu mulai bicara
panjang kali lebar kali tinggi, lalu kupotong lagi “Ibu tadi helmnya gak pake
pengaman?”
Si ibu menjawab “Kada pang tadi”
(Gak sih tadi), dalam hatiku "pantes kepalanya berdarah"
Dan lagi si ibu mulai bicara
empat kali sisi, dan lagi kupotong “Ibu tadi adeknya gak pake helm?”
Si ibu menjawab “Kada” (Tidak), dalam hatiku "untung saja kepala di adek itu gak apa-apa"
Ketika Pak Polisi bertanya “Ibu
tadi berada di sebelah kanan atau kiri garis”
Kemudian si ibu balik bertanya “Nah
kada meliat, garis mana? Ada garis kah?” (Gak liat, garis yang mana? Ada garis
ya?)
Kujawab “Ada, garis putih, marka
jalan” dalam hati aku heran, ibu ini memang kurang paham lalu lintas rupanya
Lalu si ibu menjawab “Kada tau
pang, kada ingat di sebelah mana” (Gak tau ya, lupa di sebelah mana)
Setelah berdebat panjang lebar,
akhirnya jalan keluar ketemu, perkara selesai. Perbaiki kerusakan masing-masing
dan tidak ada ganti rugi, karena menempuh jalan damai maka tidak lagi dibicarakan
siapa yang salah dan siapa yang benar.
Aku menulis ini sebenarnya ingin menegaskan bahwa
tidak semua ORANG YANG DITABRAK itu BENAR dan tidak semua ORANG YANG TERLUKA
itu KORBAN, bisa sebaliknya. Aku menghimbau kepada pembaca artikel ini untuk
tertib lalu lintas karena jalan raya milik bersama, jika anda tidak tertib
bukan hanya anda yang terluka tapi orang lain juga. Serta bagi yang mengalami
lakalantas (kecelakaan lalu lintas) jangan pernah lari sebaiknya percayakan
kepada polisi agar dimediasi dan dapat jalan keluar yang terbaik, jangan takut
dengan polisi apalagi kalau anda sudah mengikuti aturan lalu lintas dengan
benar.
Komentar