Gunung Riut: the last with Fr. Hendrik

Berawal dari salah dengar, sependengaran kami jadwal tourney frater hari minggu jam 16.00 wita tetapi rupanya pendengaran kami bermasalah saat itu, tourney sudah dilakukan pada Sabtu kemarin. Rencana kunjungan pun jadi gagal tapi mencoba bernego dengan waktu kami berusaha menghubungi frater dan bermaksud membuntuti frater, sialnya handphone frater sedang tidak aktif, kami putuskan kirim sms saja berharap pesan singkat tersebut bisa sukses terkirim ke handphone frater. Taraaaa pukul 13.00 wita sms mendarat di handphone kawanku “Gunung Riut jam 3 sore, terlambat ditinggal”, kulirik jam di handphoneku kami hanya punya waktu 2 jam. Aku buru-buru mengetik keypad handphoneku lalu mengirimnya ke seluruh anggota komka, berharap mereka bisa ikut bergabung di kunjungan dadakan ini. Saat itu posisi kami masih di gereja, baru selesai misa Minggu Palma, tanpa banyak kata kami berlari ke garasi, menemui mobil kebanggaan kami, mobil kandang itu biasanya kami memanggilnya. Mobil kandang dilarikan ke rumahku, sedikit “memandikannya” agak nampak bersih. Jarum panjang di jam kawanku menegaskan hari itu sudah pukul 14.20 ketika kami tiba di Paroki, seperti biasanya kawan-kawan dari Surian sudah tiba duluan. “pesawat” diambil alih Fr. Hendrik dan kami pun mulai berpacu dengan waktu, rute awal ke Warukin, setiap rumah anak komka diteriaki “Hoy, ikut kah?” dan disambung bahasa yang tentunya asing ditelinga kami. Pukul 15.30 wita taksi penuh kami tancap gas menuju tempat tujuan.

Pose sebelum berangkat dari Warukin
Perjalanan kami kali ini tidak mulus, di Paringin tiba-tiba saja frater menghentikan mobil dengan pede-nya kami semua serempak bilang “pasti mau foto-foto” tapi kami salah ternyata mobil bermasalah, Mobil kesayangan kami sedang tidak bersahabat, masalah ternyata ada di tali gas, tali gasnya putus, frater sudah mulai putus asa seharusnya misa dimulai pukul 16.00 tapi kami tertahan di sini, di Paringin. Menunggu taksi pun tidak mungkin, mana ada taksi lalu lalang di jalan sepi ini. Namun rupanya Tuhan masih ingin kami pergi, satu mobil berhenti dan menawarkan pertolongan, salah satu dari kami ikut untuk meminjam alat apa saja dari bengkel terdekat. Yah, anak muda memang kreatif, alhasil tali gas ditarik antara kursi pengemudi dan penumpang jadi yang mengemudikan dan gas adalah orang berbeda tapi syukurnya kondisi tidak lazim ini tidak kami teruskan sampai Gunung Riut. Kami menemukan bengkel AC, akhirnya pukul 16.30 wita mobil kembali pada fitrahnya setelah berterima kasih pada sang mekanik (tukang bengkel.red) lalu kami melaju meneruskan perjalanan.


Ngadat di Paringin 
Perjalanan ala off the road ditambah mobil yang melesat tanpa menyentuh rem, akhirnya kami tiba pukul 17.30 wita. Tentu saja misa sudah dimulai saat itu ditambah lagi tumpukan lelah di perjalanan, tapi ketika berjalan menuju gereja lelah pun perlahan berjalan pergi. Kami disambut oleh Allamanda carthartica dengan warna cerahnya kemudian Canna indica yang bersusun rapi seolah-olah mempersilahkan kami masuk.


Gereja stasi Gunung Riut
Ketika misa hampir usai, ketua umat, Pak Ipro maju dan memberikan pengumuman. Diakhir pengumuman terucap bahwa beliau sangat terharu dan surprise akan kedatangan kami, memang saat itu pasukan kami cukup banyak, mungkin waktunya tepat sehingga banyak kawan-kawan yang ikut bergabung. Kemudian beliau berjalan ke belakang menghampiri salah satu umat, ya otomatis mata kami mengikuti pergerakan ketua umat, hening kemudian tawa pecah ketika ada suara yang menghampiri gendang telinga kami “Tolong belikan teh gelas, dedua kotak kah”. Rupanya Bpk ketua umat pergi ke belakang untuk minta tolong belikan minum bukan untuk duduk :D


Waktu menjadi batasan saat itu, saat masih berbaur dengan tawa kami harus pamit pulang karena umat tanjung sedang menunggu kami, sebab malam itu ada acara perpisahan frater, esok pagi frater sudah kembali ke Manado melanjutkan pendidikan. Tepat pukul 18.55 kami beranjak dari Gunung Riut, kali ini mobil dipacu tidak kalah cepatnya dari berangkat tadi, sekarang tambah membrutal karena mengejar waktu, malah sempat di Warukin diteriaki oleh seorang ibu karena saking ngebutnya. Puji Tuhan pukul 20.40 kami tiba di Paroki Tanjung dengan selamat kemudian acara perpisahan dimulai. Sambutan serta kesan dan pesan disampaikan, kurasa ini hari terakhir komka ber-adventure ria bersama frater, kami yakin tourney hari ini dapat nominasi The Best of The Best. Banyak yang bilang kalau tidak jadi pastor jangan kembali ke Kalimantan Selatan :D
from the bottom of our hearts “thanks for everything”, Jesus Bless you :)

The last picture with Frater Hendrik

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Budget Liburan ke Bangkok, Thailand

Parasit pada Ikan yang Mirip tapi Tidak Kembar (Zoothamnium, Epistylis dan Vorticella)

Serunya masuk dalam novel Laskar Pelangi di Belitung Timur