Pulau Dewata Bali: Menilik Pura Cantik yang Memikat

Sebelum pulang kembali ke Kalimantan, kami singgah di Bali sekalian menyempatkan mampir di rumah tante plus dibumbui rasa penasaran dengan pulau satu ini, pesona apa yang ada disini sampai Bali jadi tempat favorit para orang berduit. Walaupun uang di dompet sudah menipis, setipis triplek dan seringan kapas, aku tetap keukeh melipir sejenak di Bali. Saat tiba waktu mendarat, aku yang duduk di dekat jendela agak khawatir karena sejauh mata memandang cuma ada hamparan laut luas, tidak ada tanda-tanda landasan pacu, duhh padahal katanya sudah tiba waktu mendarat tapi mana landasan pacunya, kebetulan saat itu aku belum tau update terkini mengenai erupsi Gunung Agung, “alamat bisa putar balik nih pesawat” benakku. Tapi syukurlah itu hanya kekhawatiran tak terarah, wong bandaranya samping laut, dasar ndeso (uh jadi malu). Namanya bandara internasional ya, luas euy, jalan kaki ke parkirannya aja jauh banget dan kami juga sempat nyasar karena parkiran bukan cuma satu blok. Maklum yaa anak hutan yang baru nemu Bandara internasional yang besar. Hahahaha
 
Esok paginya kami udah diteriaki oleh tante aja, disuruh segera bangun dan bergegas mulai jalan, lah ini kok jadi tante yang semangat yaa. Hari pertama diajak ke Pantai Pandawa oleh guide andalan kami yaitu sepupu kami sendiri, enaknya jalan sama sepupu ya bebas mau kemana aja dan jam berapa aja, hehe. Pantai Pandawa terletak di balik perbukitan dan perjalanan menuju pantai ini harus melewati jalan yang diapit oleh tebing tinggi, namun perjalanan kita tidak akan membosankan karena salah satu terbingnya terdapat pahatan Patung Panca Pandawa dan Dewi Kunti, wuiih keren banget pokoknya. Setiba di pantai, karena aku baru pulang bergosong-gosong ria di Labuan Bajo jadi aku merasa biasa saja ketika memandangi pantai ini. Kebetulan juga saat itu sedang pasang dan ombak agak tinggi, bukannya menikmati pantai malah ada hal lain yang menarik perhatianku, aku bertemu wisatawan asing yang sedang berlibur sekeluarga, sang istri yang menarik perhatianku, dia memungut sampah yang berserakan di pantai dan mengumpulkannya di tempat sampah, hmm dimana-mana kalau tempat wisata pasti harus berperang dengan sampah ya.

Pantai Pandawa dengan tebing dan lautnya
Matahari mulai tinggi, kami berpindah ke Kuta Selatan. Kami menuju Pura Ulu Watu, kali ini aku sungguh excited, kan Bali juga terkenal dengan pura-puranya yang cantik. Pura ini terletak di atas anjungan batu karang terjal yang menjorok ke laut, masuk ke pura ini pun tidak terlalu mahal, bagi wisatawan domestik hanya Rp. 20.000 untuk orang dewasa dan Rp. 10.000 untuk anak-anak sedangkan wisatawan asing hanya selisih Rp. 10.000 lebih mahal. Sebelum memasuki pura, kita harus menggunakan kain yang dililit di pinggang, kain tersebut sudah disediakan kok dekat loket dan itu free tanpa biaya tambahan. Saat masuk dan melewati gerbang, mata kita akan disegarkan dengan hijaunya hutan kecil rimbun dan biasanya disambut oleh monyet penghuni kawasan pura tapi saat kami datang entah kenapa tidak ada satupun yang menyambut kami. Karena pura ini terletak di atas tebing maka kita harus naik melewati anak tangga dan itak (Red: nenek dalam bahasa) memilih menunggu kami di bawah saja. Kami pun melanjutkan langkah menyusuri anak-anak tangga, wah di atas pemandangannya lebih cantik kita bisa melihat pemandangan yang berbeda pada dua sisi, laut dan hutan, biru dan hijau, bagi yang hobi foto tempat ini pasti akan menciptakan banyak jepretan di kamera kalian. Selesai menyusuri tangga dan sisi tebing karang, kami kembali menghampiri itak, eh ternyata sepeninggal kami tadi itak digigit monyet (cerita lengkapnya di SINI), duh sempat ketar ketir tapi untungnya itak strong jadi kondisi aman terkendali, fuiih. Oh iya selain bisa menikmati pemandangannya yang asik, disini juga ada pementasan tari kecak dengan latar belakang sunset tapi sayangnya karena waktu cuti yang super singkat ditambah lagi ada sedikit tragedi sedangkan masih banyak tempat kece lain yang belum dikunjungi, kami pun memilih tidak menikmati tari kecak yang terkenal itu di Pura Ulu Watu.

Pura Luhur Ulu Watu yang didominasi hijaunya pepohonan
Hari pertamaku di Bali ditutup dengan mengamati orang-orang jogging sore serta aktivitas olahraga lainnya di lapangan renon. Di tengah-tengah lapangan terbuka dengan kebun hijau yang tertata rapi, terdapat Monumen Bajra Sandhi yang merupakan monumen perjuangan rakyat Bali, dalam monumen terdapat museum berisi diorama yang menggambarkan perjuangan rakyat Bali melawan penjajah. Daya tarik monumen ini adalah arsitektur khas Bali yang unik, sehingga tempat ini menjadi salah satu lokasi untuk pre-wedding.

Katanya kalau ke Bali juga belum sah kalau belum ke Garuda Wisnu Kencana (GWK), karena waktu yang singkat, disempat-sempatin deh ke sana sebelum pergi ke Bedugul. GWK adalah taman wisata yang berbasis budaya, karena masih pagi jadi belum ada pertunjukan apapun bahkan loket pembelian tiket serta parkir masih tutup, tanpa buang-buang waktu kami pun langsung bergegas ke Bedugul. Kira-kira sekitar 2 jam akhirnya tiba di Bedugul, kalau kemarin ke tempat yang panas menyengat, kali ini kebalikannya, suhu di Bedugul dingin dan sejuk. Karena hari sudah siang dan perut mulai keroncongan, kami memilih sate babi pinggir jalan, eh jangan salah walaupun jajanan pinggir jalan ternyata satenya wueenak malah aku makan dua porsi, hehehe. Setelah perut kenyang, tanpa menyia-nyiakan waktu kami beranjak ke Bedugul. Tapi karena di sepanjang jalan Desa Wanagiri banyak wisata kekinian yang instagramable akhirnya kami mampir sejenak. Tempat wisata kekiniannya adalah spot foto kece yang berlatar belakang Danau Buyan dan Danau Tamblingan yang dikelilingi bukit, bagi jomblo eh maksudnya yang pergi sendiri bisa kok minta tolong ke petugas setempat, mereka selalu stand by dan juga tidak keberatan bila dimintai tolong mengambilkan foto malah mereka lebih jago loh, mereka tau angle yang bagus. Masuk ke wisata spot foto ini relatif murah, sekitar Rp. 20.000 saja dengan 5 tempat foto sepuasnya, harga tersebut terbayar dengan spot foto kece yang bakal membanjiri instragrammu. Bagi para instragrammer, tempat wisata ini kayaknya jadi surga :D

Salah satu spot foto di Desa Wanagiri

Maaf objek menggangu mata anda, haha
Berhubung aku tidak punya bakat jadi model sehingga kami cukup mengunjungi satu lokasi saja, sebenarnya masih banyak lagi lokasi lain dengan objek foto yang beragam tapi aku lebih memilih lanjut ke Bedugul, melihat Pura Ulun Danu Bratan yang hits. Kalian pernah liat gambar pura di uang rupiah lima puluh ribu yang lama kan? Itu yang warna biru, pernah kan? Nah itulah Pura Ulun Danu Bratan dan sekarang aku bisa melihat secara langsung, dulu emang penasaran sama pura itu dan puji Tuhan sekarang udah kesampaian, Tuhan emang Maha Baik ya. Tiket masuk ke komplek pura ini sebesar Rp. 20.000 untuk wisatawan domestik dan Rp. 50.000 untuk wisatawan nondomestik serta Rp. 5.000 untuk parkir kalau parkir bayarnya pas awal masuk ya. Pembangunan cukup pesat sangat kentara di komplek pura ini, di beberapa sudut terlihat tumpukan material bangunan, walau begitu tidak mengganggu pengunjung kok. Setelah puas berkeliling di komplek Pura Ulun Danu, kami pun melanjutkan perjalanan tapi mampir sejenak untuk sekedar mengisi perut, kebetulan hari itu agak mendung jadi cocok ngerujak, duh bumbu rujaknya gak nahan luar biasa pedesss padahal cabenya cuma satu dan pas bagianku gak pake cabe tapi tetep aja PEDES, mules-mules dah perut!

Pura Ulun Danu Bratan, candi air yang berada di Danau Bratan
Hujan gak kunjung reda malah jadi tambah deras, akhirnya kami memutuskan pulang. Perjalanan pulang, kami mampir sebentar di joger karena kakakku banyak titipan (akibat sebelum pergi liburan cerita sama teman). Duh padat merayap, banyak rombongan bus wisata yang mampir mengantarkan tamunya, nampaknya rombongan anak sekolah dan pengawai pemerintahan yang lagi rekreasi deh. Disini bukannya sibuk berbelanja, aku malah asik mendengarkan pengeras suara yang membuatku tersenyum karena pilihan katanya yang pas.

Selamat datang bagi para pengunjung di joger. Bla bla (bukan begini kok, aku lupa!). Mohon berhati-hati dengan pencopet, selalu pastikan tas anda berada di depan anda karena jika terjadi kehilangan kami hanya dapat turut prihatin” kurang lebih begitu suaranya

Setelah kakakku selesai ngubek-ngubek kaos di joger, kami beralih ke Tanah Lot. Daya tarik Tanah Lot adalah laut, tebing dan Pura. Di Tanah Lot terdapat dua pura, yaitu yang terletak di atas bongkahan batu dan satu lagi terletak di atas tebing mirip dengan Pura Ulu Watu. Ada hal menarik di Tanah Lot, pada Pura yang terletak di atas bongkahan batu terdapat mata air, anehnya air tersebut tidak asin padahal Tanah Lot berada di pinggir laut, konon mata air tersebut mengalirkan air suci yang berasal dari tengah laut. Kita boleh kok masuk ke tempat air suci sembari membasuh wajah atau tangan atau bahkan meminum air suci. Jangan lupa setelah itu memberikan donasi sukarela pada tempat yang sudah disediakan untuk berkontribusi dalam pemeliharaan tempat, setelah itu boleh menaiki tangga di kiri kanan bongkahan batu tersebut tetapi kita tidak boleh masuk pura, kecuali yang mau sembahyang. Di seberang Goa Air Suci juga terdapat Ular Suci, konon ular tersebut ada dengan sendirinya di dalam goa. Karena kaki cukup lelah, kami memutuskan duduk menikmati sunset di Tanah Lot, rupanya setelah sunset ada pertunjukan tari kecak, tapi lagi-lagi aku tidak bisa menyaksikan karena terkendala waktu yang singkat, hiks

Suasana antrian pengunjung di Goa Air Suci, Tanah Lot
Setelah mengambil air suci
Pura Tanah Lot yang berdiri kokoh di atas bongkahan batu
Toko penjual souvenir dan baju khas Bali di sekitar Tanah Lot
Bali memang mempesona, namun jika kebanyakan orang terpesona dengan pantainya maka tidak denganku, aku sangat terpesona dengan budayanya, keindahan puranya tidak mudah dilupakan. Tiba di Bandara Ngurah Rai saja sudah disambut dengan musik Bali yang kental. Oh sang Pulau Dewata, biarkan suatu saat nanti aku kembali untuk sekedar menikmati senja bersama Tarian Kecakmu yang membahana.

Matahari tenggelam di Pura Tanah Lot

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Budget Liburan ke Bangkok, Thailand

Parasit pada Ikan yang Mirip tapi Tidak Kembar (Zoothamnium, Epistylis dan Vorticella)

Serunya masuk dalam novel Laskar Pelangi di Belitung Timur