Mengejar matahari terbit di Kelimutu
Rasanya hari masih gelap saat ibu pemilik homestay mengetuk pintu kamar kami, tapi
aku anggap mimpi saja jadi tidak sedikit pun bergeming. 5 menit kemudian, kamar
kembali diketuk, karena tidak mau dicap sebagai gadis malas (ahahha, pencitraan
dikit), akhirnya aku bangun lalu menghidupkan lampu kamar dan muncul dari balik
pintu.
“Ade, tidak ikut acara ke atas (Kelimutu)?” Tanya
si ibu
“ikut bu” jawabku singkat
“Tidak lihat sunrise?
Nanti terlambat, sarapan sudah” kata si ibu
“hmm, sunrise?
Nanti saja, kami ikut acara adat saja” jawabku asal
Setelah basa basi dengan ibu pemilik homestay, aku membangunkan Fina dengan
segala cara tapi dia hanya bergumam dan bergerak sedikit, iya anak satu ini
sejak dari dulu memang paling susah dibangunkan pagi. Padahal tadi malam dia
bilang “kita harus bangun pagi liat sunrise,
kamu gak mau liat sunrise di
Kelimutu? Ih rugi banget jauh-jauh gak liat, pokoknya kita harus dapat” eh
boro-boro liat sunrise, ini malah
tidur kebablasan. Aku memang bukan penikmat sunrise,
kenapa? Karena memang bangun pagi adalah cobaan terberat dalam hidupku (a.k.a
susah bangun pagi), apa lagi ini bangun subuh makanya aku tidak terlalu
tertarik mengejar sunrise dimana pun.
Kami memilih menggunakan motor untuk naik ke
Kelimutu, saat itu kami tidak peduli apakah motor yang kami bawa dipinjamkan cuma-cuma
atau disewakan, bahkan kami tidak tau berapa tarif sewa motor disini. Pokoknya yang
penting bisa jalan sesuka hati, itu saja yang kami pikirkan saat itu, wkwk.
Baru keluar dari gapura Desa Waturaka, kami gagal
fokus melihat hamparan sawah luas berlatarkan gunung menjulang dan matahari
yang sudah muncul. Bapak pemilik homestay
pun menelepon kami, dipikirnya kami salah jalan padahal gara-gara cuma mau
nikmati matahari dibalik gunung sana sambil melihat hijaunya sawah. Sekitar
gunung Kelimutu memang daerah subuh, sayuran dan buahan sangat makmur disana,
desa wisata ini juga menawarkan agrowisata, kita bisa mengunjungi kebun sayuran
dan buah, malah boleh memetik buah langsung dari pohon loh, seru kan?
Matahari dari balik gunung yang mencuri pandangan |
Di pinggir jalan, aku melihat ibu yang mencuci baju
bersama anak kecil yang sedang mandi di pancuran air yang deras, iya tepat di
pinggir jalan raya. Ternyata 25 menit berjalan kaki dari Desa Waturaka ada air
terjun setinggi ± 55 meter, sayang sekali saat itu kami terlalu terlena
dengan acara adat di Kelimutu sehingga tidak menyusuri wisata lain di desa.
Masih banyak lagi wisata alam di sekitar desa, tiap homestay ada kok brosur informasi tempat wisata sekitar, jangan
ragu bertanya ya.
Setelah upacara Pati Ka selesai, kami trekking ke puncak Gunung Kelimutu untuk
melihat danau tiga warna. Saat berjalan dalam prosesi menuju batu mezbah memang
melewati danau yang pertama tapi kami tidak mampir karena tidak mau kehilangan
moment prosesi adat. Trekking menuju
puncak dibantu oleh tangga, ahh aku benci tangga, aku selalu payah kalau
menaiki tangga dibanding trekking
biasa di jalan berbatu.
Tangga mengular membantu pelancong menggapai puncak |
Benar saja, setelah melewati tangga-tangga tadi,
tepat di spot Tiwu Ko’o Fai Nuwa Muri, aku sudah mulai kehilangan oksigen.
Untung saja ada alasan melipir ke pinggir untuk membaca informasi si Prof.
Mutu, sambil menunggu puluhan orang di atas sana turun, puncak gunung yang
sempit dipenuhi oleh manusia. Melihat sesaknya manusia di atas sana, menunggu
di spot danau kedua memang pilihan tepat. Mengambil mengambil foto maupun jadi
tukang foto pengunjung lain, emang ya sesama pelancong mesti dan kudu saling
membantu. Haha
Gunung Kelimutu merupakan Kawasan Taman Nasional
yang informatif menurutku, kita akan sangat mudah menemukan informasi melalui
artikel warna warni di spot-spot penting dengan tokoh kartun lucu bernama
Profesor Mutu, yaitu burung Garugiwa, burung endemik Flores dan Sumbawa.
Salah satu informasi sekitar danau yang sangat informatif bagi pelancong |
Oiya, Danau Kelimutu dipercaya oleh masyarakat Ende
sebagai tempat bersemanyam para arwah yang sudah meninggal. Danau yang terpisah
sendiri adalah Tiwu Ata Mbupu yaitu tempat bersemanyam arwah orang tua, Danau
yang kedua adalah Tiwu Koo Fai Nuwa Muri yaitu tempat bersemanyam arwah muda mudi,
Danau yang pertama adalah Tiwu Ata Polo yaitu tempat bersemanyam arwah orang
yang selama hidupnya berbuat jahat.
Sekitar 10 menit kami meniti tangga akhirnya tiba
di Puncak Gunung Kelimutu. Kalau tanpa istirahat maupun melipir, kurasa sekitar
30 – 40 menit untuk trekking sampai puncak dari tempat parkiran bawah.
Setibanya di puncak, waah aku tidak ada daya langsung menikmati indahnya warna
danau, waktu itu aku hampir benar-benar dehidrasi, kita berdua tidak satupun
membawa air minum, sok jagoan ya. Untung saja ada mama mama yang berjualan air
mineral di puncak, tanpa pikir panjang aku pun langsung membeli, fuih bagaikan
menemukan mata air di tengah gurun pasir gersang. Setelah itu, baru lah aku
sadar, Danau Kelimutu dari puncaknya cantik pake banget, melihat dua danau di
depanku, aku merasa bingung dengan warnanya antara tosca atau biru, entahlah
yang pastinya warnanya memberikan energi positif. Ratusan jepretan kami ciptakan
dengan latar danau berwarna sky blue dan teal. Seandainya kami tidak sadar
banyak mata tertuju ke kami karena tidak menyingkir sejak lama mungkin bisa ribuan
jepretan kali, tapi untung kami sadar jadi tontonan orang soalnya paling
berisik lalu pelan-pelan kami menyingkir sambil senyum-senyum gak jelas, haha
Tiwu Koo Fai Nuwa Muri dan Tiwu Ata Polo |
Kami berpindah ke danau lainnya yang letaknya terpisah sendiri.
Danau yang dikelilingi oleh tebing tinggi yang ditumbuhi pepohonan tersebut
berwarna hijau lumut, sangat beda dengan danau sebelumnya yang cerah. Setelah
melihat jam, kami pun bergegas turun, tetiba ingat dengan makan bersama pada
akhir acara adat, iya sebentar lagi tiba waktunya makan dan tari-tarian, kami
buru-buru menuruni tangga. Tapi nyatanya tidak langsung turun karena terhenti
di Tiwu Ata Polo, danau yang pertama. Gunung Kelimutu melukiskan pengalaman
seru, dimanjakan dengan warna tiga danau yang berbeda, mungkin kalau kesana
lagi bisa jadi warnanya sudah berubah lagi, Danau Kelimutu berubah warna
tergantung aktifitas vulkanik gunung api, iya Gunung Kelimutu merupakan gunung
api aktif tapi jangan khawatir sejauh ini aktifitas gunung kelimutu tidak
begitu banyak dan perubahan warna air kawah bisa menjadi salah satu parameter
status kesiapsiagaan bencana gunung api. Semoga saja tidak ada aktifitas yang
besar ya di Gunung Kelimutu supaya semakin banyak orang bisa menikmati indahnya
warna-warni danau yang dipengaruhi oleh kandungan kimia, mineral, tekanan gas
aktifitas vulkanik dan sinar matahari tersebut.
Berpose dengan latar Tiwu Ata Polo |
Komentar